-->

Materi PAI konsep ketuhanan dalam Islam

MATERI KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


1.1.  Pendahuluan
Pendidikan agama islam , Pemahaman yang mendalam tentang Ketuhanan dalam Islam perlu bagi mumat Islam untuk menambah keyakinannya, keimanannya dalam meningkatkan ketakwaan. Alam semesta beserta seluruh isinya dapat dijadikan sebagai bahan renungan dan pembelajaran tentang penciptaannya sekaligus sebagai bukti kekuasaan Tuhan. Manusia diwajibkan menjadikan Allah sebagai pengawasan melekat terhadap dirinya dalam kehidupan agar tidak berbuat dosa dan kejahatan. Dalam bab pertama ini akan dibahas mengenai:
  • Hakikat Tuhan
  • Kemahaesaan Allah
  • Pembuktian Keberadaan Allah dengan memperhatikan alam semesta.
1.2.  Penyajian

A. Hakikat Tuhan

Islam mengajarkan bahwa selain nama Allah dikenal pula kata ”Ilah”.  ”Tuhan” digunakan dalam Alquran  surat Al Jatsiyah: 23, yaitu:  
Artinya: ” Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?"

Ilmuan Barat seperti Max Muller dan EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Jevens (Luth, 2007) mengkaji tentang Tuhan dikenal dengan teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan  adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan berdasarkan teori tersebut di atas, maka mumcullah istilah Dinamisme, Animisme, Politeisme, Heniteisme, dan atau Monoteisme. Dalam kajian perpustakaan dikenal filsafat ketuhanan, yaitu mengkaji kekuasaan Tuhan sampai ke akar-akarnya atau dengan kata lain mengkritisi kekuasaan Tuhan secara mendalam dan tuntas. Oleh karena itu, Tuhan Yang Maha Esa oleh umat Islam diyakini sebagai Tuhan Pencipta alam semesta dan memiliki sifat-sifat  dan nama-nama yang baik atau dikenal dengan sebutan ”Asmaaullah al-husnaa” dijelaskan oleh Muhammad Daud Ali (1998) dalam bukunya “Pendidikan Agama Islam” mengatakan bahwa di dalam Ilmu Tauhid, dijelaskan dua puluh sifat Tuhan, yang disebut dengan sifat dua puluh. Sebagai mahasiswa, yang perlu diketahui adalah bahwa Allah, Tuhan yang Maha Esa itu bersifat:
  1. Hidup.
    Ini berarti Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah TuhanYang Maha Hidup. Hidupnya itu Maha Esa tanpa memerlukan makanan dan minuman, istirahat dan sebagainya. Konsekwensi keyakinan seperti itu adalah segala sesuatu yang sifat hidupnya memerlukan makanan, minuman, tidur dan sebagainya bagi seorang muslim bukanlah Allah dan tidak boleh dipandang sebagai Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Berkuasa
    Allah adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya Maha Esa, tiada bertara, tidak ada tolok banding-Nya. Ia maha Kuasa tanpa memerlukan pihak lain manapun juga dalam kekuasaan-Nya. Ia Maha Kuasa dengan sendiri-Nya. Konsekwensi keyakinan seperti itu adalah seorang muslim harus teguh dalam keyakinannya pada kekuasaan Allah, melampaui segala kekuasaan selain dari kekuasaan Allah. Dan sebagai akibatnya, seorang muslim tidak boleh takut pada kekuasaan lain yang ada di alam ini, baik kekuasaan  berupa kekuatan-kekuatan alamiah maupun kekuasaan-kekuasaan insaniah.
  3. Berkehendak.
    Allah mempunyai kehendak. Kehendak-Nya Maha Esa dan berlaku untuk seluruh alam semesta, termasuk manusia di dalamnya. Konsekwensi keyakinan yang demikian adalah bahwa kehendak Allah Yang Maha Esa wajib diikuti oleh setiap muslim. Kehendak Allah yang masih asli tercantum dalam al-Quran yang menjadi kitab suci umat Islam. Selain itu, kehendak Allah dapat pula dijumpai pada ayat-ayat kauniyah di alam semesta berupa sunnatullah yaitu hukum-hukum Allah yang oleh para sarjana disebut Nature of  laws.

B. Hakikat Allah dalam Keesaan-Nya.

Islam mengajarkan bahwa Allah  adalah  Zat Yang Maha Mutlak di samping sebagai Tuhan Yang Maha Esa, dan Pemelihara alam semesta. Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut ketuhanan.
Allah berfirman dalam Alquran surat Ali Imran ayat 3:

  Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.”

Osman Raliby  (1980) mengatakan bahwa konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa disebut Tauhid. Ilmunya adalah Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid adalah ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan. Dalam ilmu Tauhid dikenal istilah tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah hanya Allah yang menerima semua ibadah manusia.
Ketika manusia menyembah selain Allah maka disebut musyrik. Misalnya menyembah roh, pohon, batu, gunung, kuburan, membawa sesajen ke sungai atau istilah lain percaya kepada dinmisme dan animisme. Mereka meyakini bahwa hal tersebut mempunyai kekuatan yang dapat menyelamatkan dan melindungi. Disebutkan dalam Alquran surat Annisa’ ayat 36 Allah berfirman

 
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

Tauhid rububiyyah adalah meyakini bahwa yang memelihara alam beserta  isinya hanyalah Allah.
Perhatikan firman Allah dalam Alqurran Surat Alfatihah ayat 2:

Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Makna “Rabbul ‘alamin” mengandung makna bahwa Allah  adalah Tuhan Pemelihara alam semesta, Tuhan yang mengatur manusia, tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya sesuai dengan kadarnya. Muhammad Daud Ali (1998) mengutip pendapat Osman Raliby yang mengemukakan tentang Kemahaesaan Tuhan  sebagai berikut:
 
  • 1.1 Allah Maha Esa dalam Zat-Nya.
    Kemahaesaan Allah dalam Zat-Nya dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa Zat Allah tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Dia Unik, berbeda dalam segala-galanya. Zat Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah materi yang terdiri atas beberapa unsur bersusun. Ia tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan benda apa pun yang kita kenal, yang menurut ilmu fisika terjadi dari susunan atom, molekul dan unsur-unsur berbentuk yang takluk kepada ruang dan waktu yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia, yang dapat hancur, musnah dan lenyap pada suatu masa. Allah berfirman dalam Alquran Surat Asyura ayat 11:

     
    Artinya: “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”
    Keyakinan kepada Zat Allah Yang Maha Esa seperti itu mempunyai konsekwensi. Konsekwensinya adalah bagi umat Islam yang mempunyai aqidah demikian, segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan waktu, hidup memerlukan makanan dan minuman seperti manusia biasa, mengalami sakit dan mati, lenyap dan musnah, bagi seorang muslim bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa (Ali, 1998).
  • 1.2 Allah Maha Esa dalam Sifat-Sifat-Nya.
    Kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamai-Nya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Alquran dapat diketahui sembilan puluh sembilan nama  Tuhan yang biasanya disebut dengan al-Asmaaulllah al-Husnaa.: Sembilan puluh sembilan nama-nama Allah yang indah (Muhammad Daud Ali, 1998: 23; A.Toto Suryana, 1996: 71; dan Muslim Nurdin dkk.,1993: 86-91).
  • 1.3 Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-Nya
    Pernyataan ini mengandung arti bahwa kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa tiada bertara dalam melakukan sesuatu, sehingga hanya Dialah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini. Perbuatan-Nya itu unik, lain dari yang lain, tiada taranya dan tidak sanggup pula manusia menirunya. Kagumilah, misalnya, bagaimana Ia menciptakan diri kita sendiri dalam bentuk tubuh yang sangat baik, yang dlengkapinya dengan pancaindera, akal, perasaan, kemauan, bahasa, pengalaman dan sebagainya. Perhatikan pula susunan kimiawi materi-materi yang ada di alam ini. Misalnya H20, susunan kimiawi (materi) zat cair, C02, zat asam dan sebagainya. Konsekwensi keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam berbuat (perbuatan-Nya) adalah seorang muslim tidak boleh mengagumi
    perbuatan-perbuatan manusia lain dan karyanya sendiri secara berlebihan. Manusia, baik perseorangan maupun sebagai kolektivitas, betapapun genial  (hebat) , tidak boleh dijadikan obyek pemujaan apalagi kalau disembah pula.
  • 1.4 Allah Maha Esa dalam Wujud-Nya.
    Allah Maha Esa dalam wujud-Nya. Ini berarti bahwa ujud Allah berbedadengan   wujud alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dan diserupakan dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu, Anthromorfisme (paham pengenaan ciri-ciri manusia pada alam seperti binatang atau benda mati apalagi pada tuhan) tidak ada dalam ajaran Islam. Menurut keyakinan Islam, Allah Maha Esa. Demikian Esa-Nya sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan dengan alam atau bagian-bagian alam yang merupakan ciptaan–Nya ini. Keberad Wajib. Karena itu Ia disebut wajibul wujud . Pernyataan ini mempunyai makna bahwa Allah lah yang abadi dan wajib eksistensi atau wujud-Nya. Selain Dia, semuanya mumkinul wujud. Artinya boleh (mungkin) ada, boleh (mungkin) tiada seperti eksistensi manusia dan seluruh alam semeseta ini yang pada waktunya pasti akan mati atau hancur binasa. Konsekwensi keyakinan yang demikian adalah setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus selalu sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara di dunia ini, tempat ia diuji mengenai kepatuhan dan ketidakpatuhannya pada perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Pada suatu ketika kelak seluruh alam akan hancur binasa dan akan muncullah  suatu hidup sesudah mati yang sifatnya lain sama sekali dari apa yang kita lihat dan rasakan di dunia ini. Pada waktu itu nanti di hadapan Allah Tuhan Yang Maha Adil, masing-masing manusia harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya selama hidup di bumi ini. Celakalah manusia yang bergeliman dalam dosa dan berbahagialah manusia yang beriman, yang yakin kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, dan taqwa: mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya.
  • 1.5 Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah
    Allah Maha Esa dalam Menerima ibadah  berarti bahwa hanya Allah sajalah yang berhak disembah dan menerima ibadah. Hanya Dialah satu-satunya yang patut dan harus disembah dan hanya kepada-Nya pula kita meminta pertolongan. Yang dimaksud dengan ibadah ialah segala perbuatan manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata terucapkan maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan lain, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Konsekwensi keyakinan ini adalah hanya Dialah Allah yang wajib kita sembah, hanya kepada-Nya pula seluruh salat dan ibadah yang kita lakukan, kita niatkan dan kita persembahkan.
  • 1.6 Allah Maha Esa dalam Menerima Hajat Manusi
    Bila  manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan atau keinginannya kepada Allah  langsunglah sampaikan kepada-Nya, kepada Allah sendiri tanpa perantara atau media apa pun namanya. Tidak ada system rabbaniyah atau kependetaan dalam Islam. Semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul, mempunyai kedudukan yang sama dalam berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Konsekwensi keyakinan ini adalah setiap muslim tidak memerlukan orang lain di dunia ini dalam menyampaikan hajat dan hasratnya kepada Allah.
  • 1.7 Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum
    Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum  berarti Allahlah satu-satunya Pemberi Hukum yang tertinggi. Ia memberi hukum kepada alam, seperti hukum-hukum alam yang selama ini kita kenal dengan sebutan hukum-hukum Archimides, Boyle, Lavoisier, hukum relativitas, thermodynamic dan sebagainya (Ali, 1998). Ia pula memberi hukum kepada umat manusia bagaimana mereka harus hidup di bumi-Nya ini sesuai dengan ajaran-ajaran dan kehendak-Nya yang dengan sendirinya sesuai pula dengan hukum-hukum  alam dan watak manusia, yang semuanya itu adalah ciptaan Allah. Konsekwensi keyakinan seperti ini adalah seorang muslim wajib percaya pada adanya hukum-hukum alam (sunnatullah) baik alam fisik maupun alam psikis dan spritual yang terdapat dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Sebagai muslim kita wajib taat dan patuh serta meyakini kebenaran hukum syariat Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada manusia dan menjadikannya sebagai jalan hidup kita. Jalan hidup yang dikehendaki Allah, menurut aqidah, adalah jalan hidup Islam.
Jalan hidup Islam itu disebut juga dengan istilah syariat Islam.. Dan karena syariat Islam pula adalah hukum Allah. Konsekwensinya adalah bagi umat Islam yang secara teoritis dan praktis dengan bebas telah memilih Islam sebagai agamanya, tidaklah ada jalan lain yang lebih baik yang harus ditempuhnya selain berusaha sekuat tenaga mengikuti jalan hidup Islam itu sebaik-baiknya (Osman Raliby, 1980).

C. Pembuktian Keberadaan Allah

Allah atau Tuhan Yang  Maha Esa tidak dapat dibuktikan dengan perabaan fisik tubuh manusia tetapi hanya dapat disentuh dengan akal pikiran yang sehat. Menurut Hamka (1983) dapat dilihat pada   tiga pembuktian:
  1. Dalil kejadian
    Manusia telah ada di dunia, namun manusia mengakui bahwasanya dia terjadi bukan atas kehendaknya. Bukan dia yang menjadikan dirinya sendiri. Bukan dia yang membuat anak. Bumi tempat hidupnya pun bukan dia yang membuatnya. Sejak manusia  lahir sudah mendapati keberadaan bumi. Langit pun telah menjadi atap tempat berlindung, dan tangannya tidak pernah ikut membinanya.Segelintir manusia mengatakan aku tuhan, meskipun mereka tidak mampu menjadikan seekor nyamuk. Jelaslah bahwa segala sesuatu yang terjadi, dari tidak ada menjadi ada, sebaliknya dari yang ada menjadi tidak ada, semuanya dari Allah sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, Dialah yang merencanakan, mengadakan dengan berbagai bentuk di alam ini. 
    Bangsa Arab yang mula-mula menerima Alquran dalam masyarakat yang masih sederhana, dianjurkan melihat unta, bagaimana dia dijadikan; langit bagaimana ia ditinggikan; gunung-gunung bagaimana ia dipancangkan; dan bumi bagaimana ia dihamparkan. Perhatikan Q.S. Al-Ghasyiah: 17-20:

    Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.”
    Beberapa ayat disebutkan di atas mengandung makna bahwa dengan melihat kejadian alam dan sekitarnya, setiap orang yang berakal akan bertanya: “Siapa yang menajdikan semua ini? Dan jawabannya adalah Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.
  2. Dalil Peraturan dan Pemeliharaan
    Ketika seseorang masuk ke rumah, dilihatnya meja teratur, kamar tersusun,, makanan terhidang, tempat tidur yang bersih, dan ada pula ruang makan dan ruang tamu. Ada ruang kamar mandi dan sebagainya. Apalagi kalau dilihat teraturnya pekarangan dan tertatanya bunga. Maka terlintaslah dalam pikiran orang itu bahwa semua yang teratur dan tertata rapi, ini ada yang mengaturnya. Lihatlah pula alam di sekitar kita, misalnya tetumbuhan, hewan, air dan udara semuanaya diperuntukkan kepada manusia.
  3. Dalil gerak
    Matahari bersinar setiap hari, bulan pun bercahaya pada malam tertentu dan bintang yang gemerlapan serta berbagai galaksi di angkasa luar, semuanya berjalan dan berputar pada porosnya mengikuti sunnatullah (hukum alam) yang telah ditentukan oleh sang Pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa tanpa mengalami kerusakan dan gesekan sedikit pun. Manusia bertanya: ‘Siapakah yang mengatur dan menggerakkan semua ini, begitu indah dan tertib?. Jawaban atas pertanyaan tersebut hanya satu dan singkat jawabannya, Dialah Allah Swt.yang mengatur dan menggerakkan sampai waktu yang telah ditentukan pula oleh-Nya.
  4. Penutup.
    Kebenaran Alquran dan Hadis sahih Nabi atau disebut dengan wahyu sifatnya mutlak atau tidak diragukan kebenarannya, karena sumbernya dari Allah. Lain halnya dengan kebenaran yang digali dengan pemikiran yang mendalam dan radikal yang disebut dengan kebenaran filsafat, sifatnya nisbi dan relatif. Mungkin kebenaran yang kedua disebutkan (kebenaran filsafat) berubah satu atau dua dasarwarsa berikutnya
Nah Setelah membaca materi Pendidikan Agama Islam Konsep Ketuhanan Dalam Islam, muncul di benak kita akan pertanyaan seperti...!
  1. Apa sih Perbedaan “kebenaran” menurut filsafat dengan agama ??
  2. Dapat kah di peroleh bukti-bukti keberadaan Allah ??
Saya rasa cukup sekian postingan kali ini jangan lupa baca artikel kami sebelumnya ..!!!

0 Response to "Materi PAI konsep ketuhanan dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel