-->

materi PAI sumber hukum dalam islam



SUMBER HUKUM DALAM ISLAM
kali ini kita akan membahas mengenai tentang sumber sumber hukum yang berlaku dalam islam.

Pendahuluan

Hukum atau peraturan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya wajib dijalankan oleh manusia muslim agar hidupnya damai dan tertib. Selain hukum Islam, manusia sebagai bangsa dan warga masyarakat  wajib mengikuti hukum yang telah ditetapkan oleh  ulil amri (pemerintah) selama aturan dan ketetapan pemerintah tidak membawa masyarakat pada kemudaratan atau kesesatan.

Baiklah saya rasa terlalu banyak cerita maka sebaiknya kita akan membahas nya langsung pada materi di sebagai berikut :

Pembahasan


Sumber Hukum Islam

Syariah atau hukum Islam yang sumbernya secara umum ada dua:
Al-Quran dan
Hadis.

Di antara ulama ada yang mengatakan tiga. Selain yang dua disebutkan dimasukkan ijtihad. Sumber hukum yang ketiga meliputi ijma’ dan qiyas. Agar jelas masing-masing sub pokok bahasan di atas maka diuraikan sebagai berikut.

Al Quran

Al-Quran adalah sumber ajaran Islam pertama dan utama. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, al-Quran adalah kitab suci yang memuat firman-firman Allah, sama benar yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun lebih, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya dalam mencapai kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan akhirat.
Al-Quran yang menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu menurut Muhammad Daud Ali (1998) terbagi ke dalam:
1. 30 juz (bagian)
2. 114 surat (bab)
3. 6666 ayat
4. 74.499 kata atau 325.345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325.345 suku kata bila dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia)

Nasaruddin Razak (dalam Daud Ali, 1998) mengatakan bahwa Al-Quran tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama diturunkan di Gua Hira’ pada malam 17 Ramadhan tahun pertama sebelum hijrah atau pada malam nuzulul Quran ketika Nabi Muhammad berusia 40 tahun, sekarang kelima ayat itu terletak pada awal surat al-‘Alaq 1-5.
Sumber hukum dalam islam

G1
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Ayat terkahir diturunkan di ‘Arafah, ketika Nabi Muahammad saw berusia 63 tahun pada tanggal 9 Zulhijjah tahun ke-10 hijrah, kini ayat itu terletak pada surat al-Maidah ayat tiga. Perhatikan Q.S. al-Maidah ayat 3:
sumber hukum dalam islam

g2
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa, karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat-ayat al-Quran turun dalam dua periode, Mekah dan Madinah.
Ayat atau surat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah disebut ayat atau surat Makkiyah, sedangkan ayat atau surat yang turun sesudah Nabi hijrah ke Madinah disebut ayat atau surat Madaniyah.

Ciri-ciri kedua istilah tersebut:
  • Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya pendek-pendek. Jumlah juz, surat dan ayatnya 19/30, 86/114, dan 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang. Jumlah juz, surat dan ayatnya 11/30, 28/114 dan 1.456 ayat.
  • Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedangkan ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhlladziina aamanuu (hai orang-orang yang beriman).
  • Ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengenai tauhid yakni keyakinan pada Kemahaesaan Allah, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat Madaniyah memuat masalah hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.
  • Ayat-ayat Makkiyah diturunkan selama 12 tahun lebih sedang ayat-ayat Madaniyah selama 10 tahun lebih (Nasaruddin Razak, 1977: 90).

Sistematika penyusunan Al-Quran ditetapkan oleh Allah sendiri melalui malaikat Jibril yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad, Dalam ilmu Usul Tafsir disebut Tauqifi (Quraisy Syihab, 1996: 34).
Sistematika Al-Quran tidak seperti buku (ilmiah), mengikuti metode tertentu. Oleh karena itu, bila kita membaca al-Quran, masalah akidah misalnya, berdampingan dengan soal hukum, sejarah umat yang lalu disatukan dengan nasihat, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Soal perang berurutan dengan hukum minuman-minuman yang memabukkan, perjudian, pemeliharaan anak yatim dan perkawinan dengan orang musyrik.
Misalnya surat al-Baqarah ayat 216 dan 221:
sumber hukum dalam islam

g3
Artinya; “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Menurut Quraisy Syihab (1996) dalam bukunya “Membumikan Al-Quran” maksud sistematika demikian adalah agar orang mempelajari dan memahami al-Quran sebagai satu kesatuan yang harus ditaati. Selama 23 tahun Alquran diturunkan, jika dikaji isinya, maka ada lima petunjuk isi al-Quran secara garis besar:
  • Mengenai aqidah yang harus diyakini oleh manusia;
  • Mengenai syari’ah = jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak.
  • Mengenai akhlak = yang baik dan yang buruk manusia harus mengindahkannya dalam kehidupan, baik kehidupan individu maupun kehidupan sosial.
  • Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau.
  • Berita-berita tentang zaman yang akan datang.

Hadis

Hadis sumber ajaran Islam yang kedua. Ayat-ayat al-Quran yang kandungannya umum dirinci dalam hadis Nabi. Misalnya “Dirikan salat dan keluarkan zakat”. Ayat ini hanya memerintahkan mendirikan salat dan mengeluarkan zakat, tetapi tidak dirinci salat apa dan berapa rakaatnya, demikian pula zakat, tidak dirinci kapan dan berapa kadar harta itu dikeluarkan.
Hadis menurut pengertian kebahasaan adalah berita atau sesuatu yang baru. Dalam ilmu hadis istilah tersebut berarti segala perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda setuju (taqrir). Para ahli hadis, umumnya, menyamakan istilah hadis dengan istilah sunnah. Namun, ada sementara ahli hadis mengatakan bahwa istilah hadis dipergunakan khusus untuk sunnah qauliyah (perkataan Nabi), sedang sunnah fi’liyah (perbuatan) dan sunnah taqririyah tidak disebut hadis, tetapi sunnah saja. Dengan demikian, sunnah lebih luas dan umum dibandingkan dengan hadis. Sebab, sunnah meliputi perkataan, perbuatan dan sikap diam Nabi tanda setuju. Inilah sebabnya, mengapa untuk semua yang datang dari Rasulullah (perkataan, perbuatan, dan sikap diam beliau) biasa dipergunakan perkataan hadis. Dalam hubungan kajian ini, perlu ditambahkan, bahwa sunnah atau hadis Nabi kini dihimpun dalam berbagai kitab hadis.
Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, hadis mempunyai peranan penting setelah al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan. Di dalam Alquran, Surat Al Hasyr ayat 7:


g4
Artinya: ”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

Ada tiga peranan hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan sumber ajaran Islam:
  • Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam Alquran, misalnya mengenai salat. Ketentuan itu ditegaskan lagi pelaksanaannya dalam sunnah Rasulullah. Contoh: mengenai shaum. Di dalam Alquran terdapat ayat mengenai puasa Ramadhan, tetapi pelaksanannya ditegaskan dan dikembangkan lebih lanjut oleh Nabi melalui sunnah beliau. Demikian juga halnya dengan zakat dan haji.
  • Sebagai penjelasan isi Alquran. Dengan mengikuti contoh di atas, misalnya mengenai salat. Di dalam Alquran Allah memerintahkan manusia mendirikan salat. Namun, di dalam kitab suci itu tidak dijelaskan mengenai banyaknya rakaat, cara, rukun dan syarat mendirikan salat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah rakaat setiap salat, cara, rukun, dan syarat mendirikan salat. Demikian juga halnya dengan shaum dan haji.
  • Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Alquran. Contoh: adalah larangan Nabi mempermadu (mengawini) sekaligus atau mengawini pada waktu (bersamaan) seseorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat an-Nisaa’ ayat 23. Perhatikan ayat tersebut. 
    sumber hukum dalam islam
  • g5
  • Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang erempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dilihat dari hikmah larangan itu jelas, bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahmi antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.. Dengan larangan itu, Nabi seakan-akan mengisi “kekosongan” mengenai larangan perkawinan (Ali, 1998: 114-115). Melalui kitab-kitab hadis yang memuat sunnah Rasulullah, dikalangan Sunni terkenal dengan istilah “kutubussittah” = enam kitab hadis, yaitu: 1. Kitab Sahih Bukhari
2. Kitab Sahih Muslim
3. Kitab Sunan Abu Daud
4. Kitab Sunan an-Nasaai
5. Kitab Sunan At-Turmudzy
6. Kitab Sunan Ibnu Majah
Tanpa Sunnah sebagian besar isi Alquran akan tersembunyi dari mata manusia.. Di dalam Alquran tertulis misalnya perintah untuk mengerjakan salat, tanpa sunnah, orang tidak akan tahu bagaimana cara mengerjakannya.
Selain hadis Nabi, ada hadis yang disebut dengan hadis Qudsi yang tidak menjadi bagian al-Quran, tetapi di dalamnya Tuhan berbicara melalui Nabi, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri. Hadis qudsi adalah hadis yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw yang maknanya dari Allah swt. sedang membacanya tidak bernilai ibadah.
Meskipun hadis Qudsi jumlahnya sedikit, tetapi peranannya sangat penting sehingga menjadi dasar kehidupan spritual Islam bersama dengan beberapa surat tertentu di dalam Alquran.
Isi hadis Qudsi kebanyakan tentang hubungan langsung antara manusia dengan Tuhan seperti tersirat dalam Hadis Qudsi yang terkenal yang sering diucapkan berulang-ulang oleh para sufi sepanjang masa: “Hambaku tidak pernah berhenti mendekatkan dirinya kepada-Ku melalui pengabdian yang bebas sampai Kucintai dia. Dan apabila telah kucintai dia, maka Akulah pendengaran dengan apa ia dengar, mata dengan apa ia lihat, tangan dengan apa ia berjuang, kaki dengan apa ia berjalan”

Ijtihad

Sebagai sumber ajaran Islam yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia menjadi syarat penting dalam sistem ajaran Islam. Di dalam kepustakaan, sumber ajaran Islam yang ketiga ini disebut istilah ar-Ra’yu atau sering juga disebut kata ijtihad. Istilah terakhir disebutkan (ijtihad) diartikan dengan “usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam Alquran dan Hadis.” (Ali, 1998). Pengertian ijtihad menurut Suryana dkk (1996) agak berbeda yang disampaikan Muhamad Daud Ali di atas, yaitu: menggunakan seluruh kesanggupan dan kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan mengeluarkan dari Kitab dan Sunnah. Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa orang yang melakukan ijtihad disebut “Mujtahid” yaitu ahli fikhi yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan yang kuat terhadap suatu hukum agama dengan jalan istimbath (mengeluarkan) hukum dari Alquran dan Sunnah.
Kebenaran hasil ijtihad tidaklah mutlak, melainkan persangkaan yang kuat kepada benar, karena itu mungkin saja antara satu mujtahid dengan mujtahid yang lain hasilnya berbeda, karena perbedaan pengalaman, ilmu dan adat kebiasaan yang berpengaruh kepada hasil ijtihad mereka. Masalah yang dijtihadkan adalah masalah:
1. Hukum yang tidak mempunyai dalil yang pasti
2. Bukan masalah hukum akal
3. Bukan masalah yang berhubungan dengan ilmu kalam
4. Bukan masalah yang sudah mempunyai dalil yang pasti.

Ijtihad ada dua macam:
1) ijtihad perorangan dan
2) ijtihad kelompok.

Ulama mujtahid melakukan ijtihad dengan memperhatikan dalil-dalil yang tinggi tingkatannya kemudian berurut kepada tingkatan berikutnya. Urutan tersebut sebagai berikut:
1. Nash Alquran
2. Hadis mutawatir
3. Hadis Ahad (yang sahih)
4. Zhahir Quran dan Zhahir Hadis

Berijtihad tidak bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi hendaklah orang yang berijtihad itu memiliki kapasitas dan kualifikasi ilmu yang memadai. Untuk itu, seorang mujtahid harus memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Menguasai ayat-ayat dan hadis-hadis hukum
2. Menguasai bahasa Arab dan segala gramatikalnya
3. Menguasai kaedah-kaedah ilmu Ushul
4. Menguasai soal-soal ijma’ (kesepakatan ulama)
5. Menguasai ayat-ayat yang di-nasikh dan ayat-ayat yang di-mansukhkan
6. Menguasai ilmu Riwayah dan dapat membedakan antara hadis sahih, hasan dan dha’if.

Ijtihad dewasa ini, tidak hanya dilakukan oleh pakar agama saja, tetapi juga melibatkan pakar-pakar yang lain yang relevan dengan masalah yang sedang dibahas, Misalnya masalah kedokteran dan masalah teknologi dan sebagainya.

Perlu diingatkan, bahwa fungsi hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat meliputi :
1) fungsi ibadah,
2) fungsi amar ma’ruf nahi mungkar,
3) fungsi pengaturan, yaitu berfungsi sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan memperlancar proses interkasi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis, sejahtera, dan aman.

Nah setelah mambaca materi pendidikan agama islam diatas saya harap dapat menambah wawasan kalian yang membaca selanjutnya kita akan membahas mengenai

0 Response to "materi PAI sumber hukum dalam islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel